🖼️ Renungan Kristen Untuk Suami Yang Menyakiti Istri

Suamiharus membuat isterinya merasa memiliki hidup yang berharga di mata Tuhan. "Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang." 1 Petrus 3:7 Makadari itu, segeralah rangkai kata mutiara yang menggambarkan rasa kecewa sama suami. Bila kesulitan merangkainya, tenang saja. Di bawah ini telah kami paparkan beberapa contohnya. 1. Tak Bahagia. Bukan karena kurangnya cinta, melainkan kurangnya persahabatan yang membuat pernikahan tak bahagia. Friedrich Nietzche. MengubahKepahitan Menjadi Pengampunan. a. Hidup dalam kasih karunia Allah. (1) Fokus kepada apa yang telah Tuhan berikan (terutama karya Yesus di kayu salib yang menyediakan pengampunan tanpa batas dan menerima kita apa adanya. (2) Melihat orang yang melukai kita sebagai alat Tuhan untuk membentuk kita. Sepasangsuami istri Kristen Palestina mengenakan pakaian tradisional pada hari pernikahan mereka selama Pekan Warisan Palestina di kota Birzeit dekat kota Ramallah, Tepi Barat, pada 3 Agustus 2022. Bacaan Renungan harian Kristen Protestan Jumat 5 Agustus 2022. 5 Manfaat Cloud Storage Sebagai Media Penyimpanan yang Praktis & Aman. Renungan Membangun Komunikasi Suami Istri Yang Baik; Membangun Komunikasi Suami Istri Yang Baik 24 November 2017 Sabtu 21 Oktober 2017 pkl 09.00, setelah kegiatan doa pagi GKI Karawaci, satu per satu pasangan suami istri datang mengisi buku tamu, menggunakan pakaian nuansa putih-putih dengan senyum yang sumringah masuk ke dalam ruangan Katabijak untuk suami yang menyakiti hati istri by bijak posted on june 4 2018. Kata kata sindiran buat suami yang tidak perhatian ini mungkin bisa kamu jadikan pilihan. Pin Di Ajal . Daripada dipendam mending ungkapkan rasa kecewa lewat rangkaian kata mutiara untuk suami yang menyakiti istri ini. Kata kata bijak untuk suami yang menyakiti aprACum. Bahan Khotbah Minggu, 03 November 2019 Disiapkan oleh Pdt. Alokasih Gulo “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat. Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya”. Teks ini berbicara tentang hubungan suami isteri, yang ditegaskan sebagai representasi dari hubungan Kristus, sang Kepala, dengan Tubuh-Nya, Gereja. Istri, sebagai wakil Tubuh, Gereja Kristus, harus menunjukkan iman mereka melalui penyerahan diri kepada suami sebagai kepala mereka ay. 22-24. Sementara, para suami, sebagai wakil Kristus, sang Kepala, harus menunjukkan iman mereka dengan secara penuh cinta mengasihi istri mereka sendiri, yang adalah tubuh mereka, sebagaimana Kristus mengasihi Gereja, Tubuh-Nya ay. 25-33. Namun demikian, masih banyak orang yang menyalahartikan dan menyalahgunakan teks ini untuk keuntungannya sendiri. Dari pihak laki-laki, teks ini dianggap sebagai penegasan kekuasaan laki-laki atas perempuan, dengan hanya mengutip ayat 22-24 dan mengabaikan ayat-ayat lain di sekitarnya. Secara kuantitatif, nasihat kepada suami justru lebih banyak daripada nasihat kepada istri. Sementara, di era emansipasi dan kesetaraan perempuan sekarang ini, ada beberapa kasus di mana perempuan menuntut kesempurnaan kasih dan pengorbanan suami kepadanya sama seperti kasih dan pengorbanan Yesus yang sempurna atas jemaat. Dalam beberapa kasus, malah ada perempuan istri yang bukan lagi tunduk kepada suaminya ay. 22, melainkan menanduk suaminya. Dalam teks ini, Paulus sama sekali tidak bermaksud menganggap pihak laki-laki berada pada posisi yang lebih tinggi atas perempuan, atau laki-laki superior atas perempuan, atau sebaliknya perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Paulus hendak menegaskan bahwa, baik laki-laki suami maupun perempuan istri, sama-sama memiliki peran yang unik dalam keluarga, dan keduanya harus bersikap adil dan rendah hati satu dengan yang lain. Nasihat Paulus kepada istri menghadirkan pandangan Kristen yang unik tentang hubungan istri dengan suami nya. Paulus tidak membatasi kebebasan perempuan dengan kata-kata “tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan ay. 22”. Paulus menginginkan keharmonisan hubungan suami-istri. Dia menempatkan tradisi budaya terkait relasi suami-istri pada waktu itu dalam bingkai relasi Kristus dengan jemaat-Nya. Dia menganalogikan perihal tunduknya sang istri kepada suaminya dengan penundukan diri kepada Tuhan. Jadi, hubungan keduanya kudus, bukan sekadar hubungan kedagingan. Kekudusan hubungan itu harus dijaga, tidak boleh dirusak atas nama kebebasan dan kesetaraan. Ayat 25-33 menawarkan wawasan mendalam ke dalam pikiran Kristus, tujuan-Nya dalam Keselamatan, tujuan Allah dalam penciptaan, dan apa artinya mencintai diri sendiri. Ayat-ayat ini menawarkan jawaban untuk tirani dan ketidakpedulian laki-laki. Laki-laki diperintahkan untuk secara aktif mencintai, berkorban, sampai mati, istri mereka. Nasihat ini menjadi semacam penyeimbang nasihat Paulus kepada istri pada ayat 22-24 sebelumnya. Di sini analogi tentang Pernikahan yang merupakan perpaduan dari Persatuan Kristus dengan Gereja, dimulai dengan seruan kepada istri untuk tunduk kepada suaminya, dan berpadanan dengan seruan kepada suami untuk mencintai kepada suami untuk mencintai istrinya didasarkan pada kasih Kristus kepada Gereja. Argumen Paulus didasarkan pada imitasi Kristologis, keuntungan praktis, dan tujuan Penciptaan. Sang suami, mesti mencintai istrinya sepenuh hati, dia siap berkorban untuknya, sama seperti kasih dan pengorbanan Kristus atas jemaat-Nya. Dengan kata lain, sang suami tidak boleh menjadikan istrinya sebagai korban kelaki-lakiannya, tidak boleh melakukan kekerasan kepada istrinya dengan alasan apapun, sebab tidak mungkin laki-laki normal dan sehat menyakiti dirinya sendiri. Baik istri maupun suami, keduanya harus menjaga kesucian pernikahan mereka, bukan saja untuk tetap setia kepada pasangannya, melainkan untuk membangun relasi yang setara dan sehat di antara mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan tetap menyadari dan menghargai keunikan masing-masing. Paulus menegaskan hal ini di ayat 33 "kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya". Hai suami-suami, hai calon-calon suami, kalau bukan dirimu yang mencintai istrimu calon istrimu, siapa lagi yang engkau harapkan? Suami-suami atau laki-laki yang lain? Hai, istri-istri, hai calon-calon istri, kalau bukan dirimu yang menghargai suamimu calon suamimu, siapa lagi yang engkau harapkan? Istri-istri atau perempuan lain? Bagaimana mungkin kita mengharapkan suami atau istri kita dicintai dan dihargai oleh orang lain kalau kita sendiri tidak memulai untuk saling mencintai dan menghargai sepenuh hati? Atau, apakah ego kita masih terlalu kuat menguasai kita sehingga kita sulit bagi kita saling mengalah untuk keuntungan bersama yang lebih luas? Apakah ego kita masih terlalu kuat menguasai kita sehingga sulit bagi kita menunjukkan niat baik untuk mencintai dan menghargai satu dengan yang lain? Hari ini, Paulus mengingatkan kita untuk dengan rendah hati menundukkan diri di hadapan Kristus, sehingga mudah bagi kita untuk saling mencintai, saling menghargai, dan saling mengisi. Paulus mengatakan dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus” Ef. 521. “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” Kolose 3 18 – 19 Beberapa minggu yang lalu, sepasang suami-istri dari suatu gereja merayakan hari ulang tahun perkawinan yang ke 50. Lima puluh tahun bukanlah waktu yang singkat, dan karena itu mereka yang masih sehat dan sempat merayakan “kawin mas” atau golden wedding anniversary tentunya merasa sangat berbahagia, begitu pula dengan sanak keluarga mereka. Bagaimana tidak? Mereka yang berbahagia itu nampaknya tidak lelah, tetapi justru masih sanggup untuk saling memberi perhatian dan kasih sayang untuk tahun-tahun mendatang. Dalam kenyataannya, perkawinan di Australia seringkali tidak berlangsung lama. Beberapa data mengenai hal ini Pada tahun 2017 ada 112954 perkawinanPada tahun 2017 ada 40032 perceraianAda 2 perceraian tiap 1000 orang pendudukLama perkawinan rata-rata 12 tahunUsia pada saat perceraian yang paling umum 45,5 tahun pria dan 42,9 tahun wanita. Di Indonesia mungkin angka perceraian tidaklah seburuk itu karena perceraian sering dianggap membawa aib bagi keluarga. Sebab itu banyak orang yang sebenarnya sudah bercerai secara batin sekalipun masih tinggal di bawah satu atap. Mengapa perceraian mudah terjadi? Pertanyaan ini tidak gampang dijawab karena adanya berbagai faktor yang bisa mempengaruhi hubungan antara suami dan istri. Selain faktor usia, ekonomi, pendidikan, kesehatan, agama, kebudayaan dan agama, ada juga faktor-faktor dari luar yang bisa menghancurkan perkawinan. Adanya persoalan hidup yang berbagai ragam sebenarnya adalah jamak karena itu adalah bagian hidup manusia di dunia. Walaupun demikian, persoalan yang kecil bisa menjadi besar dan persoalan yang bagaimana pun bisa menghancurkan rumah tangga jika tidak segera diatasi. Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan akan mudah hancur jika tidak ada ikatan yang kuat antara suami dan istri dan komunikasi yang baik dan jujur di antara keduanya. Ayat di atas adalah ayat yang sering dibahas sebagai pedoman hidup keluarga di kalangan orang Kristen, tetapi juga ayat yang sering menyebabkan perbantahan antara suami dan istri. Mengapa demikian? Dalam ayat itu ada disebutkan bahwa seorang istri harus tunduk kepada suami dan bahwa seorang suami harus mengasihi istrinya. Bagi sebagian kaum wanita, kata “tunduk” sering dipikirkan sebagai kesediaan untuk menjadi seperti hamba yang mau melakukan apa saja yang diminta tuannya. Lebih dari itu, sebagian orang menyangka bahwa istri harus menuruti apa saja yang dimaui suami, sekalipun itu bukan hal yang benar atau yang baik. Tambahan lagi, ada orang Kristen yang berpendapat bahwa tidaklah patut untuk seorang istri merasa lebih pandai, lebih mampu atau lebih bijaksana dari suaminya. Di zaman modern ini banyak kaum wanita yang memandang bahwa ayat diatas sudah ketinggalan zaman. Bagi sebagian, keharusan untuk tunduk itu dianggap sebagai penyebab kekacauan rumah tangga. Pada pihak yang lain, ada yang berpendapat bahwa kekacauan rumah tangga terjadi karena istri yang selalu tunduk sehingga suami bebas untuk berbuat semaunya. Lalu bagaimana mungkin kata “tunduk” itu bisa muncul dalam Alkitab tidak hanya di kitab Kolose, tetapi juga di kitab Efesus dan Petrus? Dan mengapa “tunduk” merupakan perintah kepada istri, sedang “kasih” ditujukan kepada suami? “Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” Efesus 5 24 – 25 Hubungan antara suami dan istri dalam Alkitab ternyata dipakai untuk melambangkan hubungan antara jemaat dan Kristus. Seperti indahnya hubungan antara jemaat dengan Kristus, begitu juga hubungan antara istri dan suami bisa menjadi indah dan langgeng jika mereka menyadari fungsi masing-masing. Seorang suami mempunyai kewajiban untuk melindungi dan mengasihi istrinya seperti Kristus sudah lebih dulu mengurbankan diriNya untuk jemaatNya. Seorang istri yang merasakan besarnya kasih dan dedikasi sang suami akan bisa dengan sungguh hati menghormati dia. Hal ini mirip dengan jemaat yang mengasihi Kristus karena Ia lebih dulu berkurban. Seorang istri dengan senang hati mau memberikan kesempatan kepada sang suami untuk memimpin rumah-tangga jika sang suami mau melakukan tugasnya. Ini seperti jemaat yang menurut kepada pimpinan Kristus. Pada kenyataannya, banyak suami yang tidak sadar bahwa ia harus bisa mencontoh Kristus yang mau berkurban untuk jemaatNya. Mereka lupa bahwa jika mereka mau menjadi pemimpin, itu bukanlah berarti menjadi majikan. Seorang suami yang baik akan mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri, sama seperti Kristus yang mengasihi jemaat Efesus 5 28 – 29. Pada pihak yang lain, ada juga istri yang selalu ingin untuk ikut berfungsi sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan bahkan memandang rendah kemampuan sang suami. Hubungan suami istri menurut Alkitab bukanlah seperti apa yang diajarkan oleh dunia. Pada saat ini orang cenderung untuk menuntut haknya dan dengan demikian mudah jatuh ke dalam pertikaian. Jika suami hanya menuntut ketaatan istri dan istri hanya menuntut kesabaran dan kasih sayang suami, hidup rumah tangga hanya berisi hal tuntut-menuntut. Sebaliknya, hidup suami istri menurut Alkitab adalah berdasarkan kewajiban. Baik suami maupun istri harus ingat akan kewajiban mereka, dan berlomba-lomba untuk lebih dulu berbuat baik bagi yang lain. Baik suami maupun istri harus sadar bahwa setiap orang mempunyai kelemahan-kelemahan tersendiri. Dalam hidup berumah tangga kekuatan akan datang dari kasih dan kemurahan hati pasangan hidup kita. Inilah kunci kesuksesan dan kebahagiaan rumah tangga! Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Kisah Para Rasul 20 35 “Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” Efesus 5 24 – 25 Adanya persoalan hidup yang berbagai ragam sebenarnya adalah jamak karena itu adalah bagian hidup manusia di dunia. Walaupun demikian, persoalan yang kecil bisa menjadi besar, dan persoalan yang bagaimana pun bisa menghancurkan rumah tangga jika tidak segera diatasi. Apalagi, pada saat ini keadaan dunia agaknya menjadi kacau dengan adanya pandemi COVID-19. Dengan demikian, perkawinan akan mudah hancur jika tidak ada ikatan yang kuat antara suami dan istri dan komunikasi yang baik dan jujur di antara keduanya. Di zaman modern ini banyak kaum wanita yang memandang bahwa ayat diatas sudah ketinggalan zaman. Bagi sebagian, keharusan untuk tunduk itu dianggap sebagai penyebab kekacauan rumah tangga. Pada pihak yang lain, ada yang berpendapat bahwa kekacauan rumah tangga terjadi karena istri yang selalu tunduk sehingga suami bebas untuk berbuat semaunya. Walaupun demikian, kata “tunduk” muncul dalam Alkitab tidak hanya di kitab Efesus, tetapi juga di kitab Kolose dan Petrus. Dan mengapa “tunduk” merupakan perintah kepada istri, sedang “kasih” ditujukan kepada suami? Hubungan antara suami dan istri dalam Alkitab ternyata dipakai untuk melambangkan hubungan antara jemaat dan Kristus. Seperti indahnya hubungan antara jemaat dengan Kristus, begitu juga hubungan antara istri dan suami bisa menjadi indah dan langgeng jika mereka menyadari fungsi masing-masing. Seorang suami mempunyai kewajiban untuk melindungi dan mengasihi istrinya seperti Kristus sudah lebih dulu mengurbankan diriNya untuk jemaatNya. Seorang istri yang merasakan besarnya kasih dan dedikasi sang suami akan bisa dengan sungguh hati menghormati dia. Hal ini mirip dengan jemaat yang mengasihi Kristus karena Ia lebih dulu berkurban. Seorang istri dengan senang hati mau memberikan kesempatan kepada sang suami untuk memimpin rumah-tangga jika sang suami mau melakukan tugasnya. Ini seperti jemaat yang menurut kepada pimpinan Kristus. Pada kenyataannya, banyak suami yang tidak sadar bahwa ia harus bisa mencontoh Kristus yang mau berkurban untuk jemaatNya. Mereka lupa bahwa jika mereka mau menjadi pemimpin, itu bukanlah berarti menjadi majikan. Seorang suami yang baik akan mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri, sama seperti Kristus yang mengasihi jemaat. Pada pihak yang lain, ada juga istri yang selalu ingin untuk ikut berfungsi sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan bahkan memandang rendah kemampuan sang suami. Hubungan suami istri menurut Alkitab bukanlah seperti apa yang diajarkan oleh dunia. Mereka yang sering menuntut haknya akan mudah jatuh ke dalam pertikaian. Jika suami hanya menuntut ketaatan istri dan istri hanya menuntut kesabaran dan kasih sayang suami, hidup rumah tangga hanya berisi hal tuntut-menuntut. Sebaliknya, hidup suami istri menurut Alkitab adalah berdasarkan kewajiban. Apa yang akan terjadi pada bulan-bulan mendatang tidak ada seorang pun yang tahu. Keadaan ekonomi pada banyak negara sudah mulai goncang dan dengan itu keutuhan banyak rumah tangga ikut terancam. Dalam hal ini, baik suami maupun istri harus ingat akan kewajiban mereka, dan berlomba-lomba untuk lebih dulu berbuat baik bagi yang lain. Baik suami maupun istri harus sadar bahwa setiap orang mempunyai fungsi tersendiri. Dalam hidup berumah tangga kekuatan akan datang dari kasih dan kemurahan hati pasangan hidup kita. Inilah kunci kesuksesan dan kebahagiaan rumah tangga!

renungan kristen untuk suami yang menyakiti istri